Ramadhan Sebagai Pembersih Jiwa Baca artikel detikhikmah, "Ramadhan Sebagai Pembersih Jiwa"

Berdasarkan hadist Rasulullah sepertiga awal Ramadhan adalah rahmat, dan sepertiga kedua Ramadhan adalah maghfirah, adapun sepertiga akhir Ramadhan adalah itquminannar : Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka." Amalan yang paling baik di bulan Ramadhan adalah memperbanyak istighfar dan bertaubat, memperbanyak ibadah ibadah sunah, serta memperbanyak ibadah sosial. Semua ibadah tersebut prinsipnya untuk muraqabah ilallah.
Fadhilah ibadah di bulan Ramadhan sangat luar biasa pahalanya karena dilipat gandakan dibandingkan dengan melaksanakan ibadah di luar bulan Ramadhan. Karena itu perbanyak amaliah sunnah seperti membaca Al-Qur'an, shalat tarwih, shalat sunah rawatib, qiyamullail, dan memperbanyak sedekah sebagai wujud dari kepedulian sesama manusia.

Substansi Puasa


Puasa dalam bahasa Arab shaum adalah imsak : menahan dari sesuatu. Menurut Qadhi Al-Baidhawi, shaum adalah menahan sekuat tenaga diri dari dorongan nafsu. Sedangkan menurut syara', menahan diri dari makan, minum dan berhubungan suami-istri dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Ibadah ini ditujukan untuk meningkatkan muraqabatullah demi mencari keridhaan dan ketakwaan kepada Allah yang implementasinya dengan mendidik jiwa dalam mengekang dorongan syahwat sehingga mampu meninggalkan semua hal yang dilarang agama.

Seseorang yang berpuasa adalah yang kuat jiwanya, tidak mudah berputus asa, dan tangguh dalam menghadapi aneka problem hidup. Melalui puasa, perilaku umat muslim diubah dari ketidaksadaran menuju kesadaran, dari kecerobohan menuju kehati-hatian. Jadi dapat dipahami bahwa puasa adalah proses pembiasaan yang ditempuh untuk mencapai jiwa yang lebih tenang dan bersih.

Puasa merupakan momentum berharga untuk menghadirkan mental yang sehat, sebab dalam puasa terkandung latihan-latihan kejiwaan yang harus dilalui, misalnya berlaku jujur dengan menahan lapar dan dahaga baik di kala bersama orang lain maupun saat sendirian. Puasa mengajarkan orang beriman untuk meninggalkan kejahatan-kejahatan, mengendalikan emosi, mengekang lidah dari mengatakan hal-hal yang buruk atau tidak layak.

Pembersih Jiwa

Puasa mengajarkan tentang kesederhanaan dan kerendahan hati. Rasa lapar saat berpuasa dapat membersihkan hati dari sifat tamak, rakus, riya dan dengki sehingga melahirkan jiwa yang lembut dan tidak sombong. Kelembutan hati inilah yang melahirkan sikap kasih sayang sesama manusia.

Kelemahan dan ketidakberdayaan merupakan karakter manusia. Sementara itu, hawa nafsu tidak bisa lemah dan hina dengan apa pun, selain dengan lapar dan dahaga yakni berpuasa. Ketika lapar dan dahaga, hawa nafsu akan merasakan kelemahannya. Ia menjadi hina, kekuatannya hilang karena tidak ada asupan makanan. Kesombongannya musnah karena tidak meneguk air. Saat lapar dan dahaga mampu menundukkan kekuatan hawa nafsu yang selalu mengajak kepada perbuatan maksiat. karena itu, sumber kekuatan hawa nafsu tiada lain adalah melalui makanan dan minuman.

Puasa seharusnya bukan sebatas ritual lahiriyah tetapi bagaimana menjadikan puasa sebagai sarana atau media untuk melakukan proses takhalli, tahalli, dan pada akhirnya mencapai tajalli. Bahkan, dibanding dengan ibadah-ibadah lainnya, puasa merupakan media yang paling lengkap untuk melakukan ketiga langkah tersebut.

Adapun puasa dalam dimensi tasawuf adalah menahan atau mengendalikan hawa nafsu agar amal ibadahnya tidak rusak. Sebaliknya, apabila ia tidak terkendali akan menjadi sumber dan penyebab terjadinya berbagai dosa dan kejahatan lahir dan batin yang mengotori dan merusak kesucian jiwa. Jadi ruang lingkup hawa nafsu bukan hanya sebatas upaya mengekang nafsu makan dan nafsu birahi saja, tetapi juga menghilangkan penyakit hati lainnya.

Pengendalian nafsu sebagai inti dari ibadah puasa ditujukan untuk menghindarkan manusia dari segala dosa dan kesalahan, yang implementasinya adalah mengosongkan segala nafsunya, sebaliknya seluruh kegiatan sehari-harinya ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dalam istilah tasawuf disebut dengan tahali.

Hakikat puasa adalah membiasakan jiwa yang bersih dari nafsu, sekaligus sebagai sarana pembersihan jiwa, yang disebut dengan ???? ????? (tazkiyatun nafs). Proses pembersihan jiwa ini dilakukan dengan menghentikan perikau dosa dan maksiat, dan sifat-sifat tercela yang mengotori hati. Penyucian jiwa di sini adalah menyucikan aspek rukhaniyah manusia seperti halnya membersihkan badaniyah, yang keduanya harus dibersihkan setiap saat.

Menurut para sufi, nafsu merupakan musuh paling besar yang wajib diperangi dan penyakit menular yang wajib ditumpas. Tazkiyatun nafs berarti menyucikan diri dari penyakit hati seperti ujub, riya, takabur, dan hasad; sebaliknya justru untuk menanamkan nilai-nilai kedalaman mata hati seperti tawadhu', qana'ah, sabar, ikhlas, istiqamah, dan wara' dalam beribadah kepada Allah dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW.

Urgensi puasa dalam tazkiyatun nafs memiliki derajat yang tinggi, karena di antara syahwat besar yang dapat membuat manusia menyimpang adalah syahwat perut dan kemaluan. Hakikatnya puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk mengendalikan kedua syahwat tersebut. Secara umum tazkiyatun nafs diimplementasikan dengan cara membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela dan membuang seluruh penyakit hati yang akhirnya menghias diri dengan sifat-sifat terpuji.

Ringkasnya, tazkiyatun nafs adalah proses pembersihan atau penyucian jiwa, meluruskan kembali jiwa yang kotor (akhbas) dan membersihkan kembali jiwa yang masih kotor agar kembali fitrah sebagaimana manusia saat baru dilahirkan. Salah satunya adalah melakukan ibadah puasa.

Dengan puasa jiwa orang mukmin akan menjadi bersih dan memberikan nilai posistif pada cara pandang, perkataan, dan perilakunya. Nilai positif ini terlihat pada cara kerja lidah, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya. Wujudnya adalah selalu memperbaiki cara beribadah kepada Allah SWT dengan melakukan seluruh kewajibannya kepada Allah dan menjauhi segala larangan Allah, sebab jika dilanggar akan menyebabkan kemurkaan Allah. Lebih dari itu dengan ibadah puasa justru akan meningkatkan ibadah sosial yaitu saling tolong menolong dan saling menyambung silaturrahmi sesama manusia.

Ibadah di bulan Ramadhan akan melahirkan manusia paripurna yang membuat jiwanya kuat untuk mengendalikan hawa nafsunya. Manusia paripurna ini akan memperoleh derajat tertinggi dihadapan Allah, yaitu muttaqin seperti layaknya malaikat yang suci. Manusia paripurna ini mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit sehingga segala doanya dikabulkan oleh Allah SWT, yang didalam tasawuf disebut dengan tajalli.

Bulan Ramadhan ini harus dijadikan momentum untuk beribadah secara optimal agar hamba Allah memiliki kedalaman mata hati (basyirah) sehingga bisa beribadah secara istiqamah baik ibadah Sahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah. Jika hamba Allah mampu menjalankan ibadah seperti ini, sungguh Lailatul qadar akan menunggu. Betapa bahagianya, bukankah demikian?