Pendidikan Karakter Melalui Taman Upcycling
Kota Bima - Pendidikan bukan sekadar persiapan bisa masuk ke lapangan kerja. “Educating the mind without educating the heart is no education at all”, ujar Aristotle. Pekerjaan paling dasar guru adalah datang ke kelas membawa hati sehingga murid menerima dengan hati dan apa yang diajarkan akan menempel di hati. Bagaimana bila murid malas datang ke sekolah?
Ki Hadjar Dewantara mengatakan sekolah itu taman. Ketika Anda membawa murid datang ke taman pasti akan senang hati dan pulang akan berat hati. Namun ketika kita melihat fenomena saat ini, murid berat datang ke sekolah dan senang hati ketika guru ada kegiatan, dan terpaksa memulangkan murid untuk belajar di rumah. Dengan penuh semangat murid berteriak. Hore, pulang gasik!!!
Sekolah tidak seperti layaknya taman yang menyenangkan murid. Untuk mengubah sekolah seperti taman yang menyenangkan bagi murid, tentunya dimulai dari mengubah mindset gurunya terlebih dahulu. Guru adalah pamong bukan sekadar mangajar tapi mengasuh jadi ada unsur cinta kasih. Saat murid memiliki kecerdasan budi yang baik, ia dapat mengandalkan budi pekerti yang baik sehingga dapat menghasilkan karakter dan kepribadian yang kokoh sebagai budaya positif.
Pendidikan bagian dari budaya positif. Pendidikan yang tidak menyentuh karakter tidak bisa disebut sebagai pendidikan. Pertanyaannya karakter itu sesuatu yang dimunculkan atau dimasukan? Karakter itu diinstalasikan pada murid atau kita tumbuhkan? Apakah Anda yakin karakter itu ditumbuhkan? Pada dasarnya anak dilahirkan seperti sebuah kertas yang ada tulisanya, tetapi semua tulisan itu bertitik-titik kabur. Pendidikan berkewajiban untuk menebalkan segala tulisan kabur yang berisi baik agar kelak nampak sebagai budi pekerti baik. Tetapi segala tulisan kabur yang bermakna buruk jangan sampai tumbuh menjadi tebal bahkan harus semakin kabur dan hilang. Karakter baik yang terinstal dalam hati anak, apabila suatu ketika anak akan berbuat kurang baik, hati nurani yang suci akan membisikan untuk jangan lakukan. Menurut Ki Hajar Dewantara, anak hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu. Pendidikan mengupayakan manusia untuk memajukan budi pekertinya yang terdiri dari kekuatan batin, karakter dan pikiran (Islam Saiful Muhammad, 2019: 34)
Kita semua percaya bahwa tujuan penting sekolah adalah pembentukan karakter. Akhir-akhir ini banyak sekolah yang memprioritaskan program menumbuhkan karakter murid. Misalnya program kantin kejujuran dengan tujuan menumbuhkan karakter jujur pada murid atau program yang banyak dicanangkan saat ini adalah program literasi untuk menumbuhkan karakter kritis pada murid. Penguatan karakter di sekolah yang dilaksanakan di SD Negeri 29 Tanjung Kota Bima adalah pendidikan karakter dengan taman upcycling. Taman yang dibuat berdasarkan observasi kepala sekolah adanya lahan kosong yang menjadi tempat pembuangan sampah. Hal tersebut tentunya menimbulkan bau kurang sedap dan lingkungan tidak sehat. Ide tersebut muncul karena menumpuknya sampah di area sekolah dan belum adanya kesadaran warga sekolah untuk menjaga lingkungan. Maka Kepala Sekolah dan guru menginisiasi penanggulangan sampah dengan pembuatan taman upcycling.
Upcycling menjadi tren global dalam upaya menjaga lingkungan. Praktik upcycling memadukan 2R yaitu reduce (mengurangi) dan reuse (menggunakan kembali). Upcycling menciptakan produk yang berasal dari limbah atau barang bekas atau mengadaptasi produk atau barang yang sudah ada dengan cara tertentu untuk menambah nilai barang tersebut. Tujuannya adalah untuk mengurangi limbah yang ada di lingkungan. Taman upcycling dari proses daur ulang barang bekas menjadi barang dengan manfaat baru, tanpa menghilangkan bentuk aslinya, salah satunya dengan memanfaatkan ban bekas yang dimodifikasi dan di cat menjadi bentuk meja, kursi dan untuk hiasan bunga. Selain itu, untuk membiasakan kesadaran sampah plastik yang sangat sulit terurai. Setelah makan jajanan, murid menyimpan bekas bungkus permen dan snack ke dalam bekas botol air mineral untuk dibuat ecobrick.
Ecobrick adalah metode untuk meminimalisir sampah dengan media botol plastik yang diisi penuh dengan sampah plastik (seperti kantong plastik dan kemasan produk) hingga benar-benar keras dan padat. Tujuan ecobrick untuk mengurangi sampah plastik dalam skala besar serta mengolahnya dengan media botol plastik untuk dijadikan sesuatu yang berguna. Ecobrick sebagai salah satu inovasi pengolahan limbah plastik menjadi berbagai bentuk meja, kursi, bangku, alat permainan, membangun taman sekolah atau pagar kebun sayur di lingkungan sekolah. Pembuatan ecobrick dapat meningkatkan kreativitas murid dan menumbuhkan karakter peduli terhadap lingkungan sekolah. Ecobrick dan modifikasi ban bekas merupakan daur ulang sampah atau upcycling yang dibuat taman edukasi di area sekolah.
Nilai inti dari pendidikan karakter melalui taman upcycling adalah habituasi yang tertanam dalam budaya menjaga lingkungan dan hidup bersih. Kebiasaan menjaga lingkungan akan menjadi habituasi dan menjadi budaya positif yang harus terus ditingkatkan oleh sekolah. Dalam menyusun pendidikan karakter, sekolah secara eksplisit menuliskan budaya positif dalam program sekolah untuk memberikan keyakinan pada semua warga sekolah pada nilai kebaikan dari karakter yang akan dibentuk, dengan demikian seluruh warga sekolah mengetahui hal-hal yang baik, menjadikannya nilai, dan berperilaku sesuai nilai tersebut. Nilai tersebut diharapkan dapat membantu murid untuk memahami dan memiliki karakter peduli lingkungan. Murid memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi, memahami, serta mengatur pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka yang sesuai dengan nilai yang mereka pahami.
Tentunya supaya karakter ini menjadi kebiasaan atau budaya positif di sekolah. Kepala sekolah dan guru harus siap menjadi role model pendidikan karakter di sekolah yang akan menciptakan sekolah berkarakter salah satunya dengan taman upcycling.