Karya Sastra Bercorak Islam di Indonesia, Seperti Apa Bentuknya?
Sejak zaman kerajaan, bangsa Indonesia telah memiliki banyak sastrawan yang mengangkat isu-isu keagamaan sebagai tema dalam karya sastranya. Karya sastra yang mendasarkan pada nilai-nilai Islam tidak hanya untuk menghibur pembacanya, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai keislaman, seperti nilai akhlak, akidah, dan ibadah.
Mengutip A. Teeu dalam buku yang berjudul Pengantar Pengkajian Sastra: Karya Sastra dan Dinamika Sosial Politik oleh Wajiran S.S., M.A., Ph. D., religiusitas merupakan tema universal yang menjadi tema sastra dari zaman Hamzah Fansuri hingga Sutardji. Banyak sastrawan yang mengangkat isu-isu keagamaan sebagai tema dalam karya sastranya sejak zaman kerajaan. Tema-tema keagamaan sengaja dimasukkan dalam karya sastra dengan tujuan untuk berdakwah atau menanamkan nilai-nilai agama kepada pembacanya. Asal usul karya sastra Islam melekat pada persoalan adab (perilaku), sebab keberadaan cerita-cerita atau hikayat memiliki tujuan untuk memperbaiki perilaku manusia.
Menurut Abdul Hadi WM, dalam buku yang berjudul Pengantar sastra Islam tidak lepas dari perkembangan sastra Melayu. Kemunculan dari perkembangan sastra Islam dibagi menjadi empat periode, yaitu:
1. Zaman awal (abad ke-14 M sampai abad ke-15 M)
2. Zaman peralihan (akhir abad ke-15 M hingga pertengahan abad ke-16 M)
3. Zaman klasik (akhir abad ke-16 M hingga awal abad ke-18 M)
4. Zaman akhir (pertengahan abad ke-18 M hingga abad ke-20 M)
Pada zaman awal, sastra Islam diawali dengan munculnya terjemahan dan saduran karya-karya Arab dan Persia ke dalam bahasa Melayu, bersamaan dengan munculnya kerajaan Samudra Pasai pada tahun 1270-1516 M.
Karya-karya saduran dan terjemahan itu pada umumnya ditulis untuk kepentingan pengajaran dan penyebaran agama. Terutama Epos Arab Persia. Contoh dari karya sastra pada zaman awal:
a. Hikayat Iskandar Zulkarnain
b. Hikayat amir Hamzah
c. Hikayat Muhammad Ali Hanafiya
d. Qisas al-Anbiya (Kisah Para Nabi)
e. Hikayat Bayan Budiman.
f. Hikayat Seribu Malam.
Mulainya zaman peralihan bersamaan dengan masa akhir dari kejayaan Malaka dan munculnya Kesultanan Aceh Darussalam yaitu sekitar tahun 1516-1700 M. pada zaman ini, terdapat banyak kisah-kisah warisan zaman Hindu yang dimodifikasi ke dalam nilai-nilai Islam. Salah satu alegori terkenal yang dihasilkan dari zaman ini adalah Hikayat Burung Pingai yang merupakan versi melayu dari Matiq al-Tayr (Musyawarah Burung) yang merupakan karya karangan dari penyair sufi Persia, Farid al-Din al-Attar.
Ciri-ciri Sastra Bercorak Islam
Ada pun ciri-ciri sastra yang bercorak Islam adalah:
1. Mendorong pembacanya melakukan amar ma'ruf nahi munkar (mencegah keburukan/kejahatan dan menyuruh pada kebaikan).
2. Bertujuan menegakkan ajaran Allah SWT.
3. Berpegang teguh pada kebenaran dan menjauhkan yang diharamkan.
4. Mendorong lahirnya masyarakat yang adil dan makmur.
5. Memberikan kesan bahwa tidak ada hak untuk orang-orang jahat.
Karya Sastra yang Bercorak Islam
Karya sastra yang bercorak Islam dapat dijumpai dalam beberapa jenis sastranya. Sebagaimana dilansir pada buku Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan oleh M. Junaedi Al-Anshori, Berikut ini adalah karya sastra yang bercorak Islam:
1. Hikayat
Hikayat adalah cerita atau dongeng yang memiliki beragam cerita. Ada yang menceritakan tentang keajaiban dan peristiwa yang tidak masuk akal. Contoh hikayat yang terkenal adalah cerita Amir Hamzah. Cerita ini berasal dari Persia yang masuk ke Indonesia yang bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Sumatra.
2. Babad
Babad merupakan puisi yang mengkisahkan berbahasa Jawa yang menyajikan rangkaian peristiwa sejarah, kepahlawanan, dan peperangan. Babad Tanah Jawi merupakan salah satu contoh dari karya babad.
3. Syair
Syair merupakan kata dengan menunjukkan sajak yang setiap baitnya berjumlah empat baris atau hampir sama dengan pantun.
4. Suluk
Suluk merupakan kitab-kitab yang menceritakan soal tasawuf. Suluk di Jawa banyak menceritakan Walisanga. Contoh dari suluk adalah suluk Wijil yang berisikan tentang wejangan-wejangan Sunan Bonang kepada Wijil (seorang kerdil bekas abdi raja Majapahit).