Parenting dan Pustakawan dalam Meningkatkan Pembelajaran Yang Berkualitas
Pelibatan Kelompok Parenting dan Pustakawan dalam Meningkatkan Pembelajaran Yang Berkualitas di Lingkungan Sekolah Dasar
Merdeka belajar adalah program yang dicanangkan oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Adapun indikator dari peningkatan kualitas pendidikan Indonesia jika merujuk pada Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan 2018 Education Indonesian Indicators tertuang untuk misi 3 antara lain mutu siswa, mutu guru dan mutu prasarana.
Dalam mengimplementasikan Kebijakan Merdeka Belajar di lingkungan sekolah dasar tentu tidak sama dengan level pendidikan lainnya. Pada level Sekolah Dasar masih sangat terikat dengan orang tua karena fase awal dari TK, dan pada konteks ini Guru dianggapnya sebagai orang tua kedua dalam menangani siswanya.
Sehingga perlu sinergi yang baik antara pihak orang tua dan siswa dalam pembinaan anak SD. Termasuk dalam mengidentifikasi minat dan bakat siswa serta kecenderungan siswa. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting untuk membantu siswa melalui program non formal demi menunjang kegiatan formal yakni belajar mengajar di kelas.
Usia SD adalah usia keemasan. Pada fase ini sangat menentukan nasib peserta didik. Untuk meningkatkan layanan pengajaran bagi anak-anak pada usia SD sangat membutuhkan berbagai upaya di luar aktivitas pengajaran, termasuk pelibatan orang tua. Pelibatan orang tua atau lembaga di non formal di luar sekolah tentu membutuhkan wadah sebagai jembatan untuk mempertemukan dan merumuskan permasalahan siswa yakni dengan lembaga parenting sekolah.
Pada dasarnya setiap sekolah sudah memiliki lembaga parenting. Terlihat dari papan informasi yang terpajang di setiap kantor atau di sudut sekolah bahkan di tiap kelas sudah ada yang dipilih bersama pihak sekolah dan orang tua siswa.
Hanya saja pengoptimalan dari wadah ini belum maksimal. Bahkan lembaga parenting yang ada di daerah-daerah seperti di kampung-kampung hanya berfungsi pada saat perlombaan kebersihan sekolah atau pada saat perayaan hari besar keagamaan dan penamatan. Mereka dilibatkan untuk sumbangan tidak wajib dan juga berupa tenaga dalam menyukseskan program sekolah.
Hal tersebut jika dioptimalkan pada fungsi yang tepat akan membuahkan hasil yang baik. Salah satunya adalah wadah parenting dilibatkan dalam membina karakter siswa baik dalam kegiatan ekstra kurikuler seperti kegiatan pengembangan minat bakat siswa maupun terkait persoalan-persoalan terkait sikap dan perilaku siswa di kelas.
Sebab terkadang guru-guru SD yang ada di kampung-kampung merasa sungkan melakukan pembinaan akhlak lantaran ada ikatan emosional dengan orang tua siswa atau bahkan sebaliknya malahan ada oknum guru yang terkesan berkuasa dan harus dihormati atau disegani secara berlebihan layaknya dia di lingkungan masyarakat umum.
Hal ini masih sulit dipisahkan yang mana ranah sekolah dan yang mana ranah masyarakat umum. Sehingga dengan pelibatan orang tua dalam wadah parentin maka akan meminimalisir permasalahan siswa dan juga konflik-konflik yang sering terjadi pada SD di kampung-kampung.
Program dan kebijakan Merdeka Belajar tidak sekaku dan seribet yang dibayangkan oleh pihak sekolah. Dalam mencapai sebuah misi termasuk dalam mengefektifkan program Merdeka Belajar di lingkungan SD tentu banyak upaya yang bisa dilakukan dalam memerdekakan siswa untuk belajar banyak hal.
Hal-hal yang perlu dipelajari siswa adalah tentunya keterlibatan orang tua mereka ada sisi kedekatan dan rasa memiliki bahwa ternyata orang tua saya juga ada di dalam sekolah itu dan orang tua saya adalah guru yang baik ternyata. Perwujudan pancasila sila ke 5 yakni bagaimana setiap individu memahami hak dan kewajibannya dan Kekerasan di sekolah pada level SD yang kerap kali terjadi bukan karena siswa salah dan guru yang benar tetapi kurangnya pelibatan pihak-pihak lain di luar guru yang merasa otoriter dalam memperlakukan kelas.
Sebaliknya siswa yang terkesan dimanjakan atau bahkan berjarak dengan orang tua mereka terlebih mereka masih fase lepas dari usia dini maka akan menjadi pemicu kekerasan fisik maupun mental bagi anak-anak SD.