TIGA JAMINAN DI SURGA BAGI LISAN YANG TERJAGA
TIGA JAMINAN DI SURGA BAGI LISAN YANG TERJAGA
Menjaga lisan adalah salah satu akhlak yang baik dan menjadi hal yang perlu untuk dibiasakan agar lisan tidak menjadi pisau yang dapat melukai orang lain dan diri sendiri. Kita pernah mendengar kalimat ‘talk less do more’ yang sangat familiar di telinga. Kurangi berbicara dan perbanyaklah melakukan sesuatu. Kalimat yang singkat namun memiliki banyak pesan yang dapat diambil terutama dalam kondisi di lingkungan saat ini. Orang-orang seolah berlomba-lomba untuk melontarkan berbagai opini dan menyerang lawan bicara, namun sudahkah kita berhenti sejenak dan berfikir akan dampak dari setiap perkataan yang dikeluarkan?
Talk Less
Terlepas dari berbagai isu yang hangat dibicarakan saat ini, kita sepakat bahwa perdebatan yang hanya berujung pada keburukan atau kemudharatan adalah perilaku yang sia-sia, hanya membuang energi, waktu dan kelak membawa dampak yang buruk bagi diri sendiri jika tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pesan dari kalimat sederhana “talk less” ini bahkan sudah disampaikan sejak zaman Nabi Muhammad `, dari Abu Hurairah a bahwa Rasulullah ` bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (H.R. Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Berkata baik atau diam, terutama pada perdebatan yang hanya membuat gaduh dan adu opini tanpa solusi, perdebatan yang mengarah pada keburukan seperti mengadu domba, memfitnah dan perilaku buruk lainnya. Hal lain yang perlu kita sadari di zaman yang serba canggih seperti saat ini adalah, kita dapat dengan mudah menebar kebaikan atau bahkan keburukan melalui jari-jari tangan kita hanya dalam seper-sekian detik. Perkataan yang harus kita pertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat kelak bukan hanya perkataan secara langsung melalui mulut, namun juga perkataan-perkataan yang tersebar di media sosial.
Permusuhan yang terus bermunculan tak jarang berawal dari perkataan-perkataan yang melukai perasaan orang lain, akan sangat indah jika kita selalu dapat menjaga perkataan dan mempertanggungjawabkan kebenarannya sebelum melontarkannya kepada orang lain, terlebih jika kita bisa mengeluarkan perkataan ataupun hal-hal positif yang bersifat membangun. Dengan demikian kita telah mengikuti ajaran Nabi Muhammad l untuk menjaga lisan dan menjaga perasaan orang lain.
Menjaga lisan agar tidak berkata kotor adalah kebaikan. Berkata (berucap) yang mengundang keridhoan Allah namun dia tidak memperhatikan apa yang diucapkan akan mendatangkan kebaikan dari Allah. Dalam riwayat disebutkan dari Abu Hurairah a, Rasulullah ` bersabda, “Sungguh ada seorang hamba berbicara dengan satu kata yang mengundang keridhaan Allah, meskipun dia tidak terlalu memperhatikannya; namun dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkan beberapa derajatnya. Dan sungguh ada seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang mengundang kemurkaan Allah, sementara dia tidak memperhatikannya; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam”. (H.R Bukhari 6478).
Tiga Jaminan di Surga
Penulis ingin membagikan suatu pesan menarik dari artikel yang berjudul ‘1+1=5’. Jika kita bertemu dengan lawan bicara yang melontarkan perkataan-perkataan yang tidak benar, maka hendaknya kita menghindar dari perdebatan yang mungkin terjadi. “…Even if you tell me 1+1 =5, you’re absolutely correct. Enjoy” sebuah quotes yang terdengar seperti candaan namun terdapat pesan dibaliknya.
Jika seseorang berdebat dan dengan jelas kita tahu bahwa apa yang dikatakan adalah sesuatu yang salah, seperti halnya dengan mengatakan bahwa 1+1 hasilnya 5 maka kita tidak perlu menanggapinya. Dan lagi, hal ini juga sebelumnya telah disampaikan oleh Nabi Muhammad `. Dari Abu Umamah Al-Bahili a berkata, telah bersabda Rasulullah `, “Aku menjamin sebuah rumah di surga bagian bawah bagi siapa yang meninggalkan perdebatan sekalipun dia benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga bagian tengah bagi siapa yang meninggalkan kebohongan sekalipun sedang bergurau. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga bagian atasnya bagi siapa yang mulia akhlaknya.” (H.R. Abu Dawud no. 4800 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1464).
Terdapat 3 poin penting dari hadits diatas, (1) mengenai orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun dia benar. Hal ini kurang lebih sama seperti dengan ilustrasi 1+1=5 sebelumnya, tinggalkan perdebatan maka jaminan rumah di surga bagian bawah akan diperoleh. (2) orang-orang yang memperoleh jaminan yang lebih tinggi yaitu rumah di surga bagian tengah bagi mereka yang meninggalkan perkataan bohong dan sia-sia terlebih jika kita dapat menjaga perkataan-perkataan buruk yang dapat memicu perdebatan. (3) adalah rumah di surga bagian atas yaitu bagi orang-orang yang berkata baik dan berbuat sesuatu untuk memberikan manfaat bagi lingkungannya karena akhlak yang mulia.
Ketiganya adalah jaminan yang teramat baik, namun alangkah bahagianya orang-orang yang bisa merasakan surga bagian atas karena akhlaknya yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad ` dan taat atas perintah Allah `. Setiap bentuk kebaikan akan mendapatkan ganjaran kelak di akhirat dan sebagai umat Muslim kita bisa saling berlomba-lomba dalam kebaikan, salah satunya berlomba menjalin hubungan yang baik antar sesama manusia dan berusaha memberikan manfaat bagi orang lain untuk meraih keridhoan Allah l.
Tidak Selamanya Diam
Mengurangi berbicara atau menghindari perdebatan bukan berarti selamanya harus diam, setidaknya kita bisa melihat mana pembicaraan yang sehat untuk diluruskan dan mana perdebatan yang hanya memicu permusuhan antara kedua belah pihak. Berpendapat juga banyak dibutuhkan untuk menghasilkan suatu solusi karena Nabi pun mengajarkan kita untuk selalu bermusyawarah dan tidak egois dalam mengambil keputusan. Pada intinya kita akan menjadi pribadi yang lebih dewasa ketika kita dapat memilih forum yang tepat untuk berdiskusi dan bertukar pikiran serta dapat menghindari adu mulut yang berujung perselisihan.
Do More
Zaman milenial seperti sekarang ini dibutuhkan banyak kreatifitas dibandingkan sibuk mengkritik dan mengeluh dengan keadaan, apalagi saat ini orang-orang bisa mendulang kesuksesan tanpa pendidikan formal yang tinggi. Sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri ketika pada beberapa kasus, pendidikan formal dapat dikalahkan dengan kreatifitas. Namun, bukan berarti pendidikan formal dapat dengan mudah dikalahkan, faktanya masih banyak kebutuhan akan skill khusus yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang beruntung dapat mengenyam pendidikan tinggi.
Menjadi milenials yang sukses agaknya tidak bisa selalu bergantung kepada gelar pendidikan saja, namun kita perlu mencari potensi diri yang dapat kita kembangkan terutama jika dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Berbagai kemudahan teknologi seperti membuka peluang yang besar untuk melakukan kreatifitas, terutama dengan adanya media sosial yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan positif termasuk berdakwah. Berdakwah tidak hanya dilakukan oleh para penceramah, sebagai umat muslim yang termasuk dalam generasi milenial kita dapat berdakwah dengan berbagai cara yang lebih kreatif, baik dengan menebar pesan-pesan positif melalui postingan medsos atau melalui kegiatan-kegiatan sosial yang banyak diminati oleh masyarakat.
Berkontribusi dalam berbagai macam kegiatan positif dapat dimulai dari diri sendiri. Mulai membiasakan diri untuk lebih banyak berbuat dibandingkan mengeluh dan mulai disiplin untuk mengerjakan hal-hal kecil yang menjadi kewajiban kita. Jika sudah dimulai dari diri sendiri, maka kita dapat dengan mudah ikut berkontribusi dalam kegiatan yang lebih besar baik di lingkungan kampus, tempat kerja, hingga di lingkungan masyarakat.
Kita bisa memilih menjadi orang yang menebar keburukan dan kebencian melalui lisannya atau menjadi orang yang dapat menebar kebaikan melalui perkataan yang positif dan menebar manfaat dengan melakukan hal-hal yang kreatif. Wallâhu a’lam bish-shawwab